expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

CERPEN

Selasa, 14 April 2020

Perubahan Iklim, Hutan, dan COVID 19




Pemanasan suhu bumi secara global yang berakibat pada berubahnya iklim dunia dimana sudah sangat di rasakan oleh penduduk di seluruh belahan dunia beberapa puluh tahun terakhir ini.

Kenaikan suhu bumi yang mencapai 1,1°C pertahun (catatan Badan Meterologi Dunia-WMO) meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca, karbon dioksida (CO2), dan gas metana (CH4). 

Secara tidak sadar dampak yang semakin di rasakan adalah meningkatnya curah hujan saat musim penghujan, dan panas menyengat pada saat kemarau, pergeseran musim juga berdampak pada pola tanam masyarakat yang mengandalkan penghidupan dari pertanian musim.

Lalu kemudian ada dampak lain yang lebih perlu perhatian semua pihak atas perubahan iklim yang terjadi, yakni munculnya berbagai jenis penyakit baru. WHO mencatat dalam dua dekade ini sudah ada 6 (enam) penyakit baru yang di akibatkan oleh virus dan bakteri di alami oleh penduduk dunia yakni ; Ebola, SARS, MERS, ZIKA, NIPAH, dan yang saat ini sangat mengguncang dunia yakni CORONA VIRUS. Belum lagi kangker akibat polusi udara dan konsumsi manusia.

Diantara semua dampak yang di akibatkan oleh perubahan iklim tadi, pemanasan global di akibatkan oleh :

1. Deforestasi dan Hilangnya Biodiversity
Deforestasi atau penggundulan hutan menjadi faktor utama pemanasan global, dimana pohon sebagai penyuplai carbon yang menopang oksigen habis di babat untuk kepentingan investasi dan industri. Sementara laju deforestasi di indonesia mencapai 500.000 hektar pertahun. Ancaman akan hilangnya hutan juga menjadi bagian keterancaman terhadap populasi tumbuhan dan hewan langka yang menjadi perburuan manusia - manusia serakah.

2. Investasi dan Industri
Investasi terhadap industri ektraktif yang tidak ramah lingkungan, pembangunan yang serampangan dan tidak mengindahkan aspek kajian lingkungan hidup juga menjadi sumber penyumbang terhadap pemanasan global. Upaya penurunan emisi gas rumah kaca oleh negara - negara industri yang merupakan kesepakatan piagam Kyoto dalam forum perubahan iklim dunia belum sepenuhnya menjadi komitmen masing masing negara dalam upaya penurunan emisi dan deforestasi.

3. Lingkungan Hidup.
Praktek - praktek penyelamatan lingkungan hingga saat ini masih belum serius dan sangat primitif, tidak hanya oleh masyarakat, pemerintah pun hingga saat ini belum memilki upya optimal terhadap penyelamatan lingkungan, pembuangan limbah dan sampah ke sungai - sungai, pesisir dan laut masih kerap terjadi tanpa ada upaya pemberlakuan hukum atas pelaku - pelaku perusakan lingkungan.
4. Politik dan Kebijakan.
Keikutsertaan indonesia dalam paris agreement dimana negara negara di belahan dunia bersepakat untuk mengatasi perubahan iklim yang terjadi, justru saat ini mengindahkan kesepakatan yang telah di bangun dengan tidak adanya itikad baik untuk mengurangi laju deforestasi. Pemberian ijin - ijin terhadap industri yang tidak ramah terhadap lingkungan dan ijin - ijin pemanfaatan hasil hutan yang mengambil pohon - pohon langka merupakan bentuk kebijakan dan politisasi terhadap upaya legalitas perampasan sumber daya alam.
  
5. Pola Konsumsi.
Pola konsumsi masyarakat yang serba instan dan tidak ramah lingkungan juga menjadi deretan panjang terhadap perubahan iklim yang terjadi, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat volume sampah bisa mencapai hingga 64 juta ton pertahun, diantaranya merupakan sampah plastik yang paling banyak.

Akibat dari kebijakan yang tidak ramah terhadap lingkungan dan meningkatnya laju deforestasi akibat investasi, merupakan suatu nilai yang sangat tidak sebanding dengan apa yang akan di hadapi oleh masyarakat dampak dari kebijakan yang salah arah.

Bayaran mahal yang di hadapi masyarakat saat ini adalah ketidak siapan pemerintah dalam upaya menangkal berbagai penyakit yang di timbulkan saat ini, pemerintah harus mengeluarkan biaya trilyunan untuk menangkal sebuah pandemi penyakit yang datang, dan sekali lagi masyarakatlah yang akan menjadi korban.

CORONA VIRUS (COVID 19) yang saat ini menyerang negara negara di belahan dunia termasuk Indonesia, sadar atau tidak merupakan dampak dari perubahan iklim yang di akibatkan dari salah urus negara terhadap tanggung jawabnya menyelamatkan lingkungan.

Di indonesia sendiri ancaman terhadap pandemi berbagai penyakit kerap terjadi sebelum CORONA VIRUS, dan upaya - upaya menangkal berbagai penyakit tersebut semestinya bisa di atasi.

Indonesia dengan segala kekayaan sumber daya alam dan memiliki jutaan sumber obatan - obatan yang tersedia di alam sejatinya terkenal dengan masyarakat yang sistem imunnya lebih kuat dari negara negara lain karena sering mengkonsumsi obat - obatan herbal yang bersumber dari dalam hutan.

Namun akibat dari semakin berkurangnya kawasan hutan berdampak pada hilangnya sumber obat - obatan alam yang di yakini oleh masyarakat sebagai penyembuh dan penjaga stamina alami selama bertahun - tahun.

Untuk itu pentingnya menjaga hutan sebagai penyeimbang dan penyelaras kehidupan, agar keselamatan dan kemaslahatan umat tetap terjaga.

Tulisan ini pernah publis di http://btv.co.id/mengatasi-pandemi-covid-19-dengan-kembali-ke-alam/




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar