expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

CERPEN

Senin, 29 April 2013

Sekelumit Cerita Dayak Bahau : Tato dan Telinga Panjang Umak Suling

Perjalanan saya yang kali ini sangat mengesankan... "Amazing"...satu kata itulah yang terucap dari mulut saya, perjalanan yang bisa di lalui selama 2  hari dari balikpapan ini sungguh akan sangat terbayar dengan suguhan hijaunya pegunungan hutan tropis kalimantan ketika mengarungi tiap jengkal liukan sungai mahakam.

Berangkat dari Balikpapan jam 11 siang pake bus balikpapan - samarinda selama 2 jam kemudian lanjut lagi dari Samarinda sampe Melak kutai barat pake travel (kijang) sekitar jam 9 malam dengan medan jalan khas kalimantan yang lubangnya bisa buat kubangan kerbau pas lagi hujan...hhhuuuffffsss..... Keesokan harinya pagi jam 8 setelah sarapan menuju pelabuhan di Melak untuk kemudian melanjutkan perjalanan  menuju Long Bagun sekitar 4 jam dengan memakai speed. Dari Long Bagun kemudian lanjut sampe Long Pahangai (desa tujuan) melewati jeram yang di sisi kiri dan kanan terdapat batu batu besar.

Di sepanjang perjalanan saya bisa menikmati aktivitas masyarakat yang bermukim di bantaran sungai mahakam rimbunnya belantara hutan tropis menambah segarnya mata dan hati dan kekaguman akan riam riam yang ada di hulu mahakam.

Oleh keluarga pak Lawing (tempat saya menginap)saya di suguhkan kopi panas ditengah menikmati indahnya sungai mahakam dan aktivitas masyarakat di sore hari. malamnya tidak banyak aktivitas yang saya lakukan, baru terasa capeknya selama perjalanan, lagu lagu miliknya john denver menemani saya hinga terlelap dalam buaian mimpi.

Pagi sedikit mendung dengan tergesa gesa saya menuju sungai bermaksud hendak membuang napsu yang membludak, di sepanjang sungai mahakam, masyarakat di bantaran sungai mahakam juga memanfaatkan sungai sebagai cuci kakus (WC). aahhhh legaa...begitu keluar dari toilet apung  eehhh ada nenek yang lagi memotong motong kayu bakar dengan senyum ramahnya menyapa saya.

Jadilah pagi itu saya nongkrong di dermaga warga sambil mencoba mengajak ngobrol si nenek, tapi dengan keterbatasan bahasa jadi gak bisa sinkron si nenek cuman bisa bilang au au doank, entah ngerti pa nggak saya juga nggak ngerti.

Sebenarnya kedatangan saya ke desa Long Pahangai ini atas tugas yang di berikan oleh bos saya untuk membantu masyarakat menyelesaikan pemetaan kampung mereka.

Disela sela kesibukan tersebut saya manfaatkan juga untuk bisa berkomunikasi dengan warga sekitar. Ada cerita menarik dari ibu Kristina Yeq Lawing yang menjadi perhatian saya ketika saya bertanya tentang Tato yang ada ditangannya.

Dari cerita beliau bahwa tato atau dalam bahasa Bahau di sebut "TEDAK" berfungsi sebagai penanda antara laki laki dan perempuan karena dahulunya mereka berkumpul dan tidur dalam satu rumah panjang atau lamin, tedak (tato) selain sebagai status strata sosial masyarakat juga berfungsi sebagai pertanda status perkawinan seorang perempuan, jika seorang perempuan memiliki tedak/tato hanya sampai sebatas jari sampai punggung tangan menandakan perempuan tersebut masih gadis atau belum nikah dan setelah menikah maka tato/tedak akan di tambah lagi sampai pergelangan tangan.



Bahan tinta yang di gunakan untuk membuat tedak/tato tersebut berasal dari arang damar. dan alat yang di gunakan bermacam macam, ada yang menggunakan sembilu (bilah bambu) dan ada juga yang menggunakan jarum dengan cara di pukul pukulkan kekulit yang akan di tato/tedak.

eehhh iyaa lupa...untuk perempuan yang di tato/tedak  harus berusia baligh atau mengijak masa remaja antara usia 12 - 13 tahun dan membutuhkan waktu yang lama karena sangat sakit ujar Ibu Kristina.

Kemudian lanjut ibu Kristina mengenai anting yang di pakai oleh kaum hawa masyarakat Dayak Benuaq disebut HISANG, perempuan perempuan Dayak Bahau menggunakan hisang sejak berusia 5 tahun sebanyak 5 buah anting / hisang kiri dan 5 buah anting / hisang untuk yang kanan dan itu terus bertambah.

Untuk masyarakat Dayak Bahau mereka lebih memilih perak untuk menandakan komunitas mereka dan masyarakat Dayak Kenyah lebih memilih kuningan. belom dapat keterangan yang pasti tentang maksud /makna didalam penggunaan perak dan kuningan tersebut.
nenek Dayak Bahau dengan Hisangnya

Namun kata Ibu Kristina dari seangkatannya di masa muda dulu hingga generasinya saat ini hanya beberapa orang tua saja yang masih mau mempertahankan tradisi budaya yang di wariskan oleh para leluhur mereka, sewaktu saya bertanya kepada anaknya kenapa gak mau seperti ibu..?? malah jawabnya malu karena sudah tiddak jamannya lagi....hhmmmmzzzz...sayang sekali yaa...padahal itu kan identitas...

Yyaaahhhh...sangat di sayangkan efek dari sebuah globalisasi bisa menghancurkan sebuah peradaban ...padahal di era saat ini banyak orang orang pada kembali mencari identitas budaya mereka....

inilah sekelumit ceritaku tentang Dayak Bahau Umak Suling...

makan siang bareng Ibu Kristina Yeq Lawing

ceria bersama anak anak suku Dayak Bahau

senangnya bisa tertawa bersama nenek nenek Dayak Bahau

bersama Ibu Kristina Yeq Lawing dan tua adat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar